Sabtu, 19 Oktober 2013

cerpen 2



Timnas VS Tentara

Evan Arko Gumelar cowok kelahiran 13 tahun silam ini adalah satu-satunya anak laki-laki dari pasangan Erik Gumelar dan Elly widyastuti. Ayahnya adalah seorang Tentara Nasional Indonesia yang kini telah pensiun. Evan memiliki satu kakak dan satu adik yang berjenis kelamin perempuan.
            Sejak kecil Evan sudah dididik oleh ayahnya bak militer. Latihan lari keliling lapangan selama 10 menit, pull up, sit up, push up adalah makanan rutin evan sejak kecil. Ya karena Evan adalah anak laki-laki satu-satunya dia diharapkan bisa mengikuti jejak ayahnya menjadi seorang tentara dan menjadi seorang jendral besar. Semua ini bertolak belakang dengan cita- cita Evan yang ingin menjadi pesepakbola handal yang dapat mengharumkan nama Timnas Indonesia, melukiskan senyum di wajah seluruh masyarakat Indonesia dan membawa Indonesia ke turnament Internasional.
            Bel tanda pelajaran berakhir berbunyi. Evan dengan segera menuju kediaman Letnan Erick
Evan    : “Assalamu’alaikum” (membuka pintu rumah dengan nafas   tersenggal-senggal)
Ayah   : “Sudah jam berapa ini ! segera ganti bajumu ! ayah tunggu dilapangan!”
Evan    : (hanya mengangguk)
Ibu       : “Le, ayo makan dulu. Ibu sudah siapkan makanan kesukaan kamu. Nanti kalau sudah baru ke lapangan”.
Evan : “Tapi nanti aku dimarahin ayah Bu kalau telat ke lapangan”.
Ibu       : “Uda ndak apa-apa le, nanti ibu bilang ke ayah. Udah makan dulu sana”.
Evan    : “Iya Bu” (Evan tak kuasa membantah ibunya)
                        Ayah Evan semakin geram karena anaknya tidak kunjung datang.
Evan    : “Ayah, maaf ”.
Ayah   : “plak!” ( sabetan sabuk mendarat di punggung Evan).” Maaf,maaf . salah siapa tadi pulang telat?! Kamu sudah ayah didik agar disiplin, bertanggung jawab! Seorang tentara tidak ada yang jamnya ngaret sepertimu! Ayo sekarang kamu keliling kampung 15x! ”.
Kakak perempuan Evan, Riska hanya bisa diam saat sang adik dipukul. Kak Riska memang diam-diam selalu ikut melihat adiknya berlatih di lapangan. Didalam lubuk hatinya dia ingin sekali menjadi tentara seperti ayahnya , namun mungkin karena ia wanita, yang notabennya dianggap lemah dan tidak pantas menjadi seorang tentara, keinginannya itu ditolak mentah-mentah oleh sang ayah.
Itulah keseharian Evan pulang sekolah, ia memang sudah dijadwal latihan oleh ayahnya. Perlakuan fisik sudah sering didapatkannya apabila dirinya telat pulang sekolah. Tidak ada toleransi sedikitpun meski ia ijin kerja kelompok, belajar bersama dll. Tak heran kalau Evan sering tidak enak hati sama teman-temannya karena tidak pernah hadir kalau ada tugas kelompok. Beruntung teman-teman Evan sudah tau bagaimana Killernya ayah Evan, jadi mereka dapat memakluminya.
......................................
Jam menunjukkan pukul 21.00 WIB.
Evan tidak bisa tidur, ia terus memandangi kostum berlambang garuda yang digantungnya. Memandangi poster wajah-wajah Pemain Tim Nasional Indonesia seperti Bambang Pamungkas, Andik Vermansyah yang menghiasi dinding kamarnya. Hatinya selalu bergejolak, ingin sekali ia menentang keinginan sang ayah, Ingin sekali ia berteriak kalau ia ingin menjadi seorang pembela timnas Indonesia bukan menjadi seorang tentara. Namun ia tidak kuasa menolaknya.
......................................
Sejak SD Evan memang salah satu anak yang menonjol saat pelajaran penjaskes , apalagi kalau sudah disuruh main bola. Dia sangat lihai dalam memainkan bola baik dengan kaki kanan maupun kirinya. Itu sebabnya Evan sangat disayangi oleh semua guru olahraga.  Saat usianya 15 tahun, sang guru sebut saja pak indra melihat skill evan dalam mengolah si kulit bundar sangat bagus, akhirnya  sang guru mendaftarkan evan ke SSB Mitra Surabaya.
            Saat istirahat, Pak Indra memanggil Evan.
            Evan                : “permisi pak, anda memanggil saya?”.
            Pak Indra         : “iya, duduk sini van”. (mengebas-ngebaskan kursi yang
akan diduduki Evan).
            Evan                : “ada yang bisa saya bantu pak?”.
            Pak Indra        : “Van, kamu mau masuk sekolah bola gak?”
            Evan                : “Sekolah bola pak? Semacam SSB gitu ?”
            Pak Indra        : “iya Le, gelem ora?”
            Evan                : “mau, mau Pak!!. Tapi Pak...” (seketika wajah
sumeringahnya menjadi murung).
            Pak Indra        : ( bingung melihat muka Evan). “Kenapa van?”
            Ivan                 : “itu pak,pasti gak dibolehin sama ayah”.
            Pak Indra        : “ kok bisa?” (sambil mengerutkan dahi)
            Ivan                 : ( menceritakan semua tentang ayah dan ambisinya ke pak
Indra)
Pak Indra        : “ooh masalah itu. Kamu tau van, dulu bapak juga kayak kamu. Ayah bapak menolak mati-matian kalau bapak ingin menjadi seorang pesepakbola. Ayah bapak menginginkan bapak untuk menjadi seorang dokter yang kelak bisa merawat orangtuanya. Tapi bapak saat itu bandel. Bapak tetap bersih keras agar cita-cita bapak terwujud. Karena bapaklah yang tau minat dan bakat yang ada pada diri bapak. Bukan orang lain meskipun itu ayah bapak sendiri. “Saya berhak menentukan akan kemana jalan hidup saya nanti” itulah motivasi yang selalu bapak tanamkan dalam hati bapak, Meskipun kita tau kalau orangtua itu selalu menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Tapi kadang kala mereka lupa kalau kita bukan robot yang melulu harus selalu dituntut ini,itu,harus ini, harus itu. kita juga memiliki hak untuk memilih dan menjalani hidup kita masing-masing. Hingga akhirnya bapak meyakinkan pada ayah bapak. Dan.......  (Bel masuk berbunyi pak indra pun menghentikan ceritanya). Baiklah sekarang sudah waktunya kamu masuk kelas, nanti kita lanjutkan lagi sepulang sekolah. Oke?!”
            Evan    : “iya Pak”.
                        Akhirnya suara bel yang ditunggu-tunggu Evan berbunyi. Bel pulang sekolah. Iapun segera menuju meja pak Indra
Evan               : “Assalamu’alaikum pak. Bisa dilanjutkan lagi yang tadi  pak?”
            Pak Indra        : “Wah lali aku Van”.
            Evan                : “haduh”. (sambil menepuk jidatnya)
Pak Indra        : “haha okeoke. Guyon Bro..” (Pak Indra pun melanjutkan storynya). “Ya bapak meyakinkan ayah bapak dengan segala cara dan akhirnya ayah bapak memahami itu. Meski dengan pemberontakan yang bapak lakukan itu membuat hubungan bapak dan ayah bapak tidak baik selama sebulan lamanya”.
Evan                : “ooo. Yasudah terimakasih ya pak. Saya pulang dulu. Assalamu’alaikum”.( Evan bergegas menyalimi tangan pak indra dan bergegas pulang).
            Pak Indra        : “waalaikumsalam. Semangat Mas Bro!”
......................................
 Seperti biasa ayah berdiri bertengger di depan pintu rumah sambil menebas-nebaskan sapu lidi dan melihat jam yang ada tepat di depannya dengan muka singa yang ingin menerkam mangsa.
Saat akan memukulkan sapu ke arah evan..
Evan                : (Evan Menghindar) “Ayah.. Evan lelah ayah ..  Evan gak mau jadi tentara. Aku punya cita-cita ayah, aku punya impian. Aku  ingin  menjadi seorang pemain sepak bola ”.. ( dengan muka memohon).
Ayah               : “selalu itu saja yang kau katakan. Sudah sejak dulu ayah bilang jadi pesepak bola itu tidak enak, hidup tidak terjamin. Kamu denger berita di tv banyak pemain sepak bola yang tidak dibayar meski dia memiliki segudang prestasi! Apa yang kamu bisa banggakan?? Ha? Apa?!”
Evan                : “aku ingin mengharumkan nama Indonesia, memakai kostum garuda di dada, membuat bangga seluruh masyarakat Indonesi  “.
Ayah               :” omong kosong! Tentara jauh lebih bisa mengharumkan nama bangsa kita, membela negara kita Indonesia! Kau akan luntang-lantung kalau menjadi seorang pesepak bola! Mulai kurang ajar kamu sekarang!”.
Evan                : “Aku bukan anak kecil lagi Ayah, ini hidupku, aku tahu letak bakat dan minat yang aku miliki. Aku pasti bisa membahagiakan ayah meski bukan menjadi seorang tentara. Percuma jika aku kelak menjadi seorang tentara, aku tidak akan bisa bekerja sepenuh hati. Karena hatiku bukan disitu ayah tapi disini di dadaku tepat garudaku bertengger (sambil menepuk dada kirinya)”.
Ayah               : “plak!( tamparan melayang dipipi Evan). Sudah!jangan banyak omong. Kamu itu Cuma bocah ingusan , bocah kemarin sore. Ayah yang lebih tau semuanya! Ayo kamu segera ganti baju,makan! Ayah tunggu dilapangan. Waktunya latihan!”.
Evan                : “Ayah tidak tahu semuanya, ayah selalu memaksakan kehendak ayah, ingat ayah , ayah bukan tuhan. Aku berhak atas hidupku ayah! Aku bukan robot yang bisa selalu ayah perintah. Aku punya hati ayah aku punya pilihan”. (Evan masuk ke kamar meninggalkan sang ayah)
            Kak Riska melihat adiknya dengan bangga dari balik tirai kamar. Dalam hatinya ia berkata “ Ini baru adik lelaki kakak”.
......................................
            Evan resmi masuk di SSB Mitra Surabaya. Setiap hari senin, rabu dan jumat pulang sekolah dia langsung menuju ke ssb mitra. Pak Indra yang saat itu juga menjadi pelatih di SSB Mitra Sby menemui Evan.
            Pak Indra        : “Bagaimana dengan ayahmu?”.
Evan                : “nihil Pak. Kami seperti orang asing sekarang. Kami tak pernah bertegur sapa semenjak kejadian itu. Ayah juga mencabut uang jajanku. Untung ada ibu yang memberi aku bekal makanan kalau sekolah. Jadi aku tidak kelaparan”.
Pak Indra        : (menepuk pundak Evan).” Hmm itu tidak akan bertahan lama nak, kelak pasti ayahmu akan sadar. Percaya pada bapak”.
            Evan                : (menghembuskan nafas kuat-kuat) “ya semoga saja pak”
.......................................
Tidak terasa kini usianya sudah 17 tahun. Evan terus berusaha meyakinkan sang Ayah. Semenjak masuk SSB Evan sering mengikuti turnament. Banyak kejuaraan yang diraihnya bersama teman-teman. Dia selalu menunjukan hasil yang ia dapat kepada ayahnya namun ayahnya selalu cuek, tidak pernah merespect usahanya. Tidak peduli akan segudang prestasi yang anaknya dapatkan di bidang sepak bola saat ini. Meski begitu Evan tidak menyerah. Meski tidak digubris sama sekali, ia tetap memberitau ayahnya kalau ada turnament ini, itu kalau ia menang ini menang itu. Iya yakin dengan cara ini suatu saat ayah akan mengerti.
.......................................
            Evan berlari kencang menuju rumah. Dan dia berteriak
            “ Ayah, Ibu, Mbak, Adik Aku berhasil masuk Timnas U-19!!”
            Ibu yang mendengar berita itu berucap syukur, sedangkan ayah hanya diam seribu kata.   
......................................
Dalam Timnas U-19 Evan diberi kepercayaan menjadi seorang kapten memimpin rekan-rekannya. Evan kini sudah sering masuk TV. Saat ini ia dan kawan-kawan  membela timnas Indonesia di piala AFC. Evan kini sudah terkenal hampir semua orang Indonesia kenal dia.
(saat nonton bersama piala AFC Indonesia Vs Laos yang disiarkan langsung di Televisi)
Luna                            : “wah, di TV kan Evan kelihatan kereen”.
            Mbak Riska dan Ibu   : “iya dek. Hebat”.
            Ayah yang mendengar pujian-pujian untuk Evan langsung meninggalkan ruang keluarga dan menuju ke warung kopi tanpa meninggalkan sepatah dua patah katapun.
            Di warung kopi gemuruh teriakan warga “ Ayo Evaaan !! ya.. ya.. Jebret! Jebret! GOOOOOAAAL !!”.
            Ayah evan yang melihat tv saat itu seketika meneteskan air mata. Dia tidak bisa lagi menyembunyikan kebanggaannya pada anak laki-laki satu-satunya itu.
Pak Mus          : (Menepuk Pundak Pak Erick ) “Wah pak. Pasti samean bangga yo pak punya anak berbakat seperti evan. Tendangane iku lo pak mak Jos! Haha “(Tertawa lebar)
            Pak Muji          : “iya Pak. Anak bapak hebat! Selamat ya pak!”
            Ayah Evan      : “iya, terimakasih pak” (dengan nada terbata-bata).
 Ayah evan pun langsung meninggalkan warung kopi yang saat itu masih ramai karena gol yang di cetak oleh Evan Arko Gumelar bernomor punggung 16 lewat tendangan bebasnya itu.
......................................
            Dilain sisi kak Riska diam-diam mendaftar menjadi KOWAD di Sub Panda Jl. A Yani Wonocolo Surabaya. Saat mengisi formulir KOWAD kak Riska tertidur dengan kondisi pintu yang saat itu masih dalam keadaan terbuka. Ayahpun masuk ke kamar Kak Riska dan melihat formulir yang bergeletak di meja belajarnya. Ayahpun kini sudah mulai mengerti.
            Kak Riska mengikuti berbagai tes mulai dari tes kesehatan, tes administrasi, tes psikotest, tes wawancara, tes akademik, tes jasmani. Pak erick diam-diam mengamati putrinya saat tes. Kebetulan pak Erick bekerja di sekitar tempat tes kak Riska.
Berbagai tes sudah berhasil dilalui kak Riska. Hari ini adalah hari pengumuman kelulusan. Tak sabar kak Riska ingin cepat-cepat mengetahui hasilnya Kak Riska menuju tempat pengumuman penerimaan KOWAD. Saat melihat pengumuman .ya..
44. Rini Setyo
45. Riska Ayu Gumelar
46. Retno Galih
 Betapa senangnya Kak Riska saat itu, tak sabar ia ingin memberitahukan hal ini pada ayahnya. Saat Riska membalik badan tiba-tiba ada sesosok pria yang memeluk dirinya erat dan sangat erat .
            Riska               : “ayah? Riska berhasil menjadi KOWAD yah.”
Ayah                : “iya nak, ayah tahu. Maafkan ayah, ayah dulu  meremehkanmu. Selamat anakku. Ayah bangga padamu.”
Suasana haru itu pun tak terelakan lagi.
......................................
Final  PIALA AFC antara Indonesia vs Malaysia digelar di GBK Jakarta. Ayah, ibu, kak Riska dan Luna sengaja membeli tiket ke Jakarta agar bisa datang langsung ke Stadion untuk memberi semangat kepada Evan.
Pertandingan berlangsung sengit. Pada menit ke 62 ya kapten skuad Timnas Indonesia Evan berhasil membobol gawang Malaysia dengan sundulan kepalanya. Teriakan,tepukan riuh seluruh masyarakat Indonesia yang hadir di Stadion tidak terkecuali Ayah Evan. Ayah Evan melambaikan tangan ke arah anaknya ,memberikan 2 jempol untuk Evan. Evan yang melihat itu sangat senang meski sempat terbesit rasa tidak percaya akan apa yang dilihatnya tadi. Yah sang ayah mendukungnya., ia tidak menyangka kalau ayahnya akan datang. Pertandingan itupun dimenangkan oleh skuad Timnas Indonesia U-19 dengan scor 1-0.
Pertandingan usai, ayah yang sedang menggendong Luna segera turun menemui Evan, disusul ibu dan kak Riska. Ayah menurunkan Luna dan segera memeluk erat putra kesayangannya itu
Ayah               : “Ayah bangga padamu. Maafkan ayah nak. Ayah sudah egois”.
Evan               : “iya ayah, maafkan Evan Juga. Makasih Ayah sudah datang dan memberikan semangat untuk Evan”.
Ayah               : “iya nak, doa ayah selalu menyertaimu . (memanggil kak Riska,ibu dan Luna).Merekapun saling berpelukan.(tangis tidak terbendung lagi).
Di sudut lain Pak Indra senang sekaligus haru melihat keluarga bahagia itu. Meski terbesit rasa bersalah kepada evan karena sebenernya cerita pak Indra yang diceritakan ke Evan itu hanya fiktif semata. Itu hanya sebuah motivasi untuk Evan. Mengingat itu Pak Indra tersenyum ke arah Evan. Evan pun membalasan senyuman Pak Indra tanpa tahu arti dari senyuman itu sebenarnya.
The End.
 By : Resty_Chat